19.5.06

Figur-Cover

Habib Taufiq bin Abdul Kadir Assegaf


‘Cahaya Nabawiy’ Pasuruan



Pasuruan sebagai kota Santri terkenal dengan gudang ulama habaib. Salah satu tokoh dakwah dari kota ini adalah Habib Taufiq bin Abdul Kadir bin Husein Assegaf

Bersemangat baja lelaki tampan dengan penampilan meyakinkan itu, telah memberanikan diri menerbitkan Majalah Cahaya Nabawiy. Majalah ini bentuknya mungil sebagaimana majalah Islam yang ada di tanah air. Namun di balik kemungilan majalah ini, terkandung isi yang menarik dan sarat dengan ajaran agama. Sehingga wajar bila majalah ini disenangi pembaca dan memiliki pangsa pasar luas di tanah air.
Sosok pengelola majalah ini adalah Habib Taufiq bin Abdul Kadir Assegaf. Pria kelahiran Pasuruan, 1969. Dia tidak pernah menempuh pendidikan formal, tapi dari pendidikan taklim ke taklim menempa dirinya menjadi sosok dai yang kreatif dan dikenal berwawasan luas.
Semasa kecil, Habib Taufiq diasuh ayahandanya, Habib Abdul Kadir bin Husein Assegaf. Kemudian dia melanjutkan taklim pada para ulama dan habaib yang ada di Pasuruan, salah satunya adalah Habib Ahmad bin Hadi Al-Hamid.
Satu per satu rumah para habaib dan ulama yang ternama dia datangi, untuk diminta mengajarkan ilmu kepadanya. “Karena itu saya belajar seadanya, tidak seperti lulusan pesantren luar negeri,” katanya merendah.
Habib Taufiq kemudian melanjutkan belajar pada seorang habib ternama kota Surabaya, yakni Habib Umar bin Hasyim Ba’agil. Selama menempuh taklim dia seminggu di Surabaya dan seminggu kemudian ke Pasuruan. Aktivitas itu dia jalani sampai Habib Umar bin Hasyim Ba’agil wafat.
Habib Umar adalah seorang guru yang sangat mendalam ilmunya. Dalam sisi yang lain, ia adalah seorang guru yang sangat bersemangat dalam mengajar ilmu. “Sekalipun dalam keadaan sakit, Habib Umar masih menyempatkan diri mengajar. Bahkan kalau pun dia tertidur saat mengajar, dia minta dibangunkan,” cerita Habib Taufiq.
Setelah menggali ilmu ke berbagai tempat dan habaib serta ulama. Mulailah ia merintis berdakwah. Pada awalnya ia hanya membuka madrasah di Jl. KH Wahid Hasyim (barat Masjid kota) Pasuruan. Kemudian dia melanjutkan mengelola madrasah yang pernah diasuh Habib Ja’far bin Syaikhon Assegaf (kakeknya) dan Habib Abdul Kadir bin Husein Assegaf (ayahnya).

Cahaya Nabawiy
Aktivitasnya dalam berdakwah tidak hanya membuka taklim di rumahnya. Ia kemudian mulai merintis membuat majalah Islam yang bernama Cahaya Nabawiy bersama kawan-kawannya yang ada di kota Pasuruan. Awalnya mereka hanya menerbitkan sekitar 300 ekslempar, tapi melihat perkembangan dan permintaan pembaca yang kian meningkat, lambat laun tirasnya terus meningkat. Sekarang tirasnya mencapai 7000 ekslemplar setiap bulan. Walau hanya diterbitkan dari kota Pasuruan, majalah ini telah merambah ke berbagai wilayah tanah air. Bahkan pada perkembangan terakhir, pihaknya sampai kewalahan melayani permintaan dari luar Jawa.
Selain membagi waktu untuk mengelola majalah, ia juga rajin memberikan taushiah. Di tengah kesibukannya mengelola taklim, majalah, radio, dan berceramah di sekitar Pasuruan, dia juga berdakwah ke berbagai wilayah penjuru tanah air. Sampai sekarang ia secara rutin membina umat di daerah-daerah yang minoritas muslim, seperti daerah Tengger, Sampit, Bali, dan lain lain. Habib Taufiq tak segan-segan mengirim santri-santrinya dan mendampingi masyarakat yang awam pengetahuan agama.
Untuk mematangkan konsep dan langkah berdakwah, sejak tahun 2003, dia mendirikan Pondok Pesantren di Jl Sidogiri, Pasuruan. Sistem pesantren ini menggunakan halaqah (diskusi) yang menggunakan kitab-kitab salaf (kitab kuning). “Sebenarnya saya membuat pesantren tidak direncanakan, karena saya hanya ingin membuat madrasah saja. Cuma takdir Allah, akhirnya menjadi pesantren,” jelasnya.
Meski baru berumur tiga tahun, sekarang sudah berdiri sekitar 30 cabang madrasah dan 13 pondok pesantren yang tersebar di Jawa, Bali, Kalimantan. Memang letak pesantren yang berdiri di bawah naungan Pondok Pesantren As-Sunny As-Salafiyah tidak ada satu tempat, sehingga setelah lulus dari cabang-cabang pendidikan yang dia kelola, baru mereka boleh masuk ke pesantren yang ada di Jl Sidogiri.
Setiap alumni pesantren dia dorong untuk berdakwah. “Mereka kita tempatkan di daerah-daerah yang minoritas seperti di Tengger. Bahkan di daerah pegunungan Tengger sekarang telah didirikan 14 Madrasah dan beberapa madrasah di daerah-daerah minoritas muslim lainnya.”
Di Pondok ini ada tiga penjurusan yakni pertama, Tahasus Al- Qur’an, yaitu program hafal qur’an dan tafsirnya. Kedua, Tahasus Syari’ah, dimana setiap santri ditekankan untuk menghafalkan Zubath (kitab fikih), serta mempelajari kitab Minhaj, Ushul Fiqh, Qawaidh Fiqhiyah. Ketiga, Bismul Lughah, tentang masalah bahasa yakni penekanan pelajaran yang berkaitan dengan ilmu-ilmu bahasa, seperti nahwu, sharaf, balaghah.
Jumlah santri yang ia kelola di Jl Sidogiri saat ini ada sekitar 300-350 santri. Sedangkan jumlah total dari seluruh santri ada sekitar lebih dari 2000 santri. Mengenai kriteria alumni pesantren yang dia pimpin, dia mengharapkan setiap ilmu selain berhasil juga menghasilkan. ”Bukan berarti murid selama di pesantren saja berhasil menuntut ilmu. Namun sampai pulang ke rumah pun, dia juga harus berhasil memanfaatkan ilmunya dengan berdakwah ke masyarakat,” jelasnya.
Di tengah kesibukannya berdakwah langsung ke masyarakat, dia juga juga mempunyai jadwal tetap, yakni mengajar taklim di rumahnya di Jl KH Wahid Hasyim atau tepatnya di barat Masjid Kota Pasuruan tiap hari jam enam pagi dan teruskan dengan pembacaan kalam salaf. Majelis Taklim yang sudah berlangsung turun-temurun dari sang kakek, Habib Ja’far bin Syaikhon Assegaf dan sang ayahanda, Habib Abdul Kadir bin Husein Assegaf yakni membacakan Kitab Ihya Ulumiddin karya Hujjatul Islam, Imam Ghazali yang diikuti oleh masyarakat Pasuruan dan sekitarnya.
Uniknya dari setiap acara pengajian baik di rumahnya maupun di pesantren Sunny As Salafiyah dipancarkan langsung melalui Radio Suara Nabawiy baik melalui frekuensi 107 FM dan 747 AM. Dakwah melalui stasiun radio Suara Nabawiy ini dimaksudkan untuk memperluas jangkauan dakwah. Sebab pancaran radio ini ternyata juga sampai ke seluruh pelosok sekitar Pasuruan bahkan sampai ke wilayah Jawa Tengah bagian timur.
Dengan berbagai ragam aktivitas dakwah yang ia emban, Habib Taufiq mengaku bukannya tidak ada hambatan. ”Tantangannya modal kita terbatas, tidak hanya sumber daya manusia (SDM) dan modal (finansial). Sebab sumber dana dan tenaga kita bagi dengan dakwah yang lainnya, seperti untuk madrasah, anak yatim, dan lainnya. Saya bukan orang yang banyak uang. Alhamdulillah, kita sudah buktikan bahwa Allah tidak menyia-nyiakan seluruh potensi dakwah,” katanya.

AST/Ft. AST

Caption:
1. Lead
2. Sedang memberikan taushiah. Penuh semangat dan berapi-api
3. Di tengah santri-santri. Memulai dengan serba keterbatasan
4. Siaran di Radio Suara Nabawiy. Memperluas jangkauan dakwah
5. Habib Taufiq. Merambah daerah terpencil
6. Sedang memberikan taklim. Sudah berjalan rutin

0 Comments:

Post a Comment

<< Home