11.12.06

Ak26.Haul ke-295 Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad.AST

 

Haul Sahiburratib Haddad di Bali

Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad adalah seorang pengarang Ratib Haddad. Peringatan haul di Pulau Dewata yang digelar oleh Majelis Dzikir Ratib Haddad ini berlangsung semarak dan penuh mengharap berkah haul

Minggu pagi yang cerah, 3 Desember 2006, sekitar seribu jemaah dari berbagai pelosok Bali mendatangi Masjid Al-Muhajirin (IKMS) yang terletak di Jl Gunung Sari, Perumnas Monang-Maning, Denpasar untuk menghadiri acara peringatan Haul ke-295 Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad. Peringatan haul Sahiburratib Haddad ini telah sepuluh kali digelar oleh Majlis Dzikir Ratib Haddad, Bali yang dibina oleh ustadz Nurkholis Basyaiban.
Habib Abdullah Alwi Al-Haddad adalah seorang wali besar, Syaikhul Islam (Rujukan Utama Keislaman), Fardul A’lam (Orang Teralim), Al-Quthbul Ghauts (Wali Tertinggi yang Bisa Menjadi Wasilah Pertolongan), Al-Quthbud Da’wah wal-Irsyad (Wali Tertinggi yang Memimpin Dakwah), dan semacamnya. Ia lahir pada Rabu malam, 5 Safar 1044 H/1624 M, di pinggiran kota Tarim, Hadramaut, Yaman. Di kota yang masyhur sebagai gudang ulama itu, ia dibesarkan di tengah keluarga dan lingkungan yang mencintai ilmu agama.
Sejak kanak-kanak, sudah tampak kelebihan-kelebihannya. Ia mampu menghafalkan Al-Quran ketika usianya belum lagi menginjak dewasa. Meskipun Allah SWT kemudian menakdirkannya buta karena penyakit cacar, semangat belajarnya justru semakin tinggi. Ia juga giat menuntut ilmu kepada sejumlah ulama.
“Janganlah mengira semua ini aku dapatkan dengan mudah tanpa kerja keras. Tahukah kalian, dulu aku berkeliling ke sejumlah shalihin di seluruh Hadramaut untuk menuntut ilmu, sekaligus melakukan tabarrukan, mengambil berkah mereka?” kata Hbaib Abdullah bin Alwi Al-Haddad.
Di antara sejumlah gurunya, yang paling istimewa di hatinya ialah Habib Umar Alatas. Selain sama-sama tunanetra, mereka juga banyak mengembara untuk menuntut ilmu, beribadah, dan berdakwah.
Setiap tengah malam, ia berkeliling kota Tarim, berkunjung dari masjid satu ke masjid lain untuk menunaikan salat Tahajud. Lumrah jika kelak Habib Abdullah Al-Haddad menjadi magnet bagi kota Tarim. Suatu hari ia berkata, “Dahulu aku menuntut ilmu kepada banyak orang. Kini, banyak orang menuntut ilmu kemari.” Ia memang muncul sebagai salah seorang ulama besar di abad ke-11 sampai 14 H, atau abad ke-17 hingga 20 M. Bahkan Ibnu Ziyad, ulama dan mufti besar yang disejajarkan dengan ulama fikih seperti Ibnu Hajar dan Imam Ramli, berkeyakinan, dia adalah tokoh mujaddid (pembaharu) abad ke-11 H.
Belakangan ia dikenal sebagai pengibar bendera Tarekat Alawiyin, amaliah yang diperoleh turun-temurun dari para pendahulunya, para alawiyin, alias keturunan Rasulullah SAW. Dan kelak, ia menjadi ulama besar yang sangat produktif. Selain menulis ratib, ia juga menulis kumpulan wirid, Al-Wirdul Lathif, yang seakan menjadi pasangan bagi Ratib Hadad. Para ulama mengajarkan dan mengamalkan Ratib Hadad menjelang atau selepas salat Magrib, dan mengamalkan Al-Wirdul Lathif usai subuh.
Namanya maupun karyanya telah melegenda. Ada keyakinan di kalangan sebagian kaum muslimin, membaca karya Habib Abdullah bisa mendapatkan manfaat besar, yaitu keselamatan, bukan hanya bagi pembacanya, melainkan juga masyarakat sekitarnya. Tertib pembacaannya, ia jelaskan pula dalam An-Nashaihud Diniyah. Menurutnya, wirid dan zikir itu bukanlah susunan dia sendiri, melainkan semata-mata mengacu pada doa yang diajarkan Rasulullah SAW. Menurutnya, semua zikir, doa, dan wirid, memiliki manfaat besar dan fadilah yang banyak, sementara tujuannya satu: kemantapan hati akan kebesaran Allah SWT, dekat dengan-Nya, sehingga selamat dari segala godaan.
“Rasulullah SAW telah menyusunnya dengan tertib, agar kita mengamalkannya, demi mendapatkan kebaikan dan keselamatan dari marabahaya. Maka, barang siapa mengamalkannya secara rutin akan selamat. Sebaliknya, barang siapa meremehkan atau melalaikannya, akan menyesal,” tulisnya.
Hari Selasa, 7 Zulkaidah 1132 H/1712 M, awan hitam bergelayut, seakan hendak menutup kota Tarim. Sebelum matahari terbenam, Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad telah berpulang ke rahmatullah. Inna lillahi wainna ilaihi raji’un. Tidak hanya warga Tarim yang kehilangan, kaum muslimin di seluruh dunia pun berkabung. Meski secara fisik telah tiada, secara batin Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad tetap hadir di tengah-tengah kita – setiap kali nama dan karya-karyanya kita baca.

Suasana Haul
Tepat pukul 08.00 WITA, acara dibuka dengan pembacaan Maulid Habsyi, atau lebih populer disebut Maulid Simthud Durar dan diselingi lantunan kasidah dari kelompok hadrah Al-Hikmah (Perumnas Monang-maning, Denpasar) yang dipimpin Ustadz Puryanto. Peringatan haul ini juga dihadiri habaib dan ulama diantaranya Habib Muhammad bin Idrus Al-Haddad, Habib Abdullah bin Muhammad Al-Haddad, Habib Habib Hasan Al-Jufri, Habib Hadi bin Alwi Al-Kaff (Malang), Habib Umar bin Zein Al-Haddad (Jember), KH Hasan Abdillah (Glenmoore, Banyuwangi), KH. Suyuti Toha (Delimo, Banyuwangi), KH Hasan Toha (Srono, Banyuwangi), KH Halimi (Besuki, Banyuwangi), habaib serta para ulama Bali dan sekitarnya.
Acara berlanjut dengan pembacaan Surah Yasin oleh KH. Hasan Abdillah (Glenmoore, Banyuwangi) dan pembacan Ratib Haddad oleh Habib Abdullah bin Muhammad bin Ali Al-Haddad (Malang). Lepas pembacaan Al-Qur’an dan sambutan panitia, dilanjutkan dengan acara taushiah tiga Habaib dari kota Malang, Jawa Timur yakni Habib Hasan Al-Jufri, Habib Hadi bin Alwi Al-Kaff dan Habib Muhammad bin Idrus Al-Haddad.
Tepat pukul sepuluh, Habib Hasan Al-Jufri memberikan taushiah pertama dengan tentang kecintaan Rasulullah SAW kepada umatnya. “Diantara sekian banyak Nabi dan Rasul, yang paling banyak mendoakan umatnya sampai akhir hayat. Beliau tidak pernah mendoakan umatnya yang bukan-bukan, itulah akhlak Nabi Besar Muhammad SAW.”
Dalam taushiahnya selain mengisahkan tentang kecintaan sahabat-sahabat pada Rasulullah, Habib Hasan juga menceritakan saat-saat terakhir dari Rasulullah SAW, malaikat Izrail menyamar dalam rupa rupa lelaki Arab tengah mencabut nyawa beliau.“Di saat-saat akhir, mulut Nabi bergerak, menyebut satu kata yang diulang-ulang. ‘Umati, umati, umati, umatku, umatku, umatku....’,” kata Habib Hasan.
“Dalam peringatan haul ini, Abdullah bin Alwi Al-Haddad adalah penerus dari kakeknya, Rasulullah SAW. Allah SWT cinta pada Rasulullah SAW dan Habib Abdullah Al-Haddad. Tapi, Habib Abdullah Al-Haddad begitu luarbiasa cintanya pada Allah SWT dan Rasulullah SAW. Kalau kita cinta kepada Habib Abdullah bin Alwi Haddad, insyaallah kita akan dipertemukan pada hari kiamat nanti dengan mereka,” tutup Habib Hasan Al-Jufri.
Pembicara kedua, Habib Hadi bin Alwi Al-Kaff menguraikan tentang keutamaan mencintai salafus salahin (orang-orang yang shalih) yakni sahabat, ulama, dzuriyaturrasul (keturunannya). “Imam Syafi’i yang ilmunya sedemikian tinggi, ia sendiri mengaku mencintai orang-orang shalih dengan tujuan bisa mendapatkan syafa’at mereka. Tentu bagi kita, yang sudah bergelimang dosa, sudah selayaknya kita mencintai para shalafus shalihin agar mendapatkan syafa’at mereka,” katanya.
Selepas pembicara terakhir, Habib Muhammad bin Idrus Al-Haddad menceritakan sekelumit manakib dan nasehat-nasehat Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad, acara kemudian ditutup dengan doa oleh KH Hasan Abdillah.

AST/ Ft. AST
Caption:
1. Lead
2. KH Hasan Abdillah memimpin pembacaan Yasin. Mengharap berkah haul
3. Maulid Simthud Durar iringan rebana Al-Hikmah. Menghormati kehadiran Rasulullah SAW
4. Taushiah Habib Hasan Al-Jufri. Kecintaan Rasul pada umatnya
5. Tashiah Habib Hadi bin Alwi Al-Jufri. Cintailah orang-orang shalih
6. Jamaah Majelis Dikir Ratib Haddad, Bali. Menyimak taushiah dari para habaib Posted by Picasa

0 Comments:

Post a Comment

<< Home