13.12.06

Ak26.Mutiara Rasul.AST

 
Kesaksian Seekor Unta

Setelah raja Jahiliyah Habib bin Malik melihat mukjizat yang dimiliki Rasululah SAW, ia kemudian memeluk Islam. Sebagai rasa syukur kepada Allah SWT dan tanda terimakasihnya kepada Rasulullah SAW, Raja Habib mengirim hadiah melalui beberapa utusan, berupa emas, perak, unta dan lain sebagainya kepada beliau.
Mengetahui akan datangnya rombongan membawa hadiah untuk Rasulullah SAW, Abu Jahal segera menghadang perjalanan utusan-utusan yang membawa hadiah itu di luar perbatasan kota Mekkah.
Ketika rombongan utusan Raja Habib bin Malik muncul, Abu Jahal dan komplotannya pun langsung melancarkan aksi. Mereka berpura-pura tidak tahu siapa dan maksud kedatangan rombongan tersebut. “Siapakah kalian ini?”
“Kami adalah utusan Raja Habib bin Malik untuk menyampaikan hadiah ini kepada Rasulullah SAW,” jawab para utusan dengan polos.
Abu Jahal kemudian memperkenalkan dirinya dan mengatakan kalau hadiah-hadiah yang dibawa itu adalah dirinya bukan untuk Muhammad. Mendengar pengakuan dari Abu Jahal, para utusan itu bersikeras bahwa mereka diutus untuk menyampaikan kepada Nabi Muhammad SAW. Para utusan Raja Habib bin Malik itu kemudian pamit dan memacu kendaraannya ke arah kota Mekkah.
Ketika rombongan itu akan berlalu dari hadapan Abu Jahal. Tanpa membuang banyak waktu lagi, komplotan Abu Jahal pun mendekati para utusan Raja Habib bin Malik dan hendak merampas barang bawaan yang mereka bawa.
Tentu saja, aksi itu mendapat perlawanan keras dari para pengawal utusan Raja Habib bin Malik, hingga terjadilah pertempuran anatar kubu utusan Raja Habib dan kawanan Abu Jahal.
Pedang-pedang terhunus, saling beradu menimbulkan denting suara yang memekakkan telinga, diselingi teriakan dan umpatan dari kedua belah pihak. Suara kegaduhan dari adu kekuatan antara kedua kelompok itu sampai terdengar di pinggiran pemukiman kota Mekkah. Maka, mereka pun kemudian ramai-ramai mendatangi ajang pertemuran dan bermaksud melerai pertikaian itu. Pertempuran itu kemudian terhenti sejenak karena ditonton oleh banyak penduduk Mekkah.
Salah seorang pemuka Quraisy maju ke depan dan menanyakan kepada salah satu utusan Raja Habib bin Malik,”Apa maksud kedatangan kalian ke kota Mekkah?”
“Kami datang ke kemari untuk menyampaikan hadiah ini kepada Rasulullah sedang Abu Jahal mengatakan bahwa hadiah-hadiah ini untuknya,” kata salah satu utusan Raja Habib bin Malik.
Rasulullah SAW yang turut hadir di antara mereka kemudian bersabda,”Wahai masyarakat Mekkah, apakah kalian rela dan mau mendengarkan apa yang hendak kukatakan ini?”
“Baiklah, ya Muhammad, kami akan mendengar perkataanmu,” jawab sebagian yang hadir.
Kemudian Rasul SAW meneruskan ucapannya,”Aku ingin bertanya kepada unta yang membawa hadiah ini.”
Alangkah terkejutnya Abu Jahal mendengar perkataan Rasulullah. Tentu saja Rasulullah SAW akan bisa berbuat apa saja, pikirnya. Oleh sebab itu, Abu Jahal meminta kepada yang hadir untuk menunda beberapa hari apa yang akan dilakukan oleh Muhammad, yakni menanyai unta pembawa hadiah. Karena ia juga merasa yakin dapat menanyai unta pembawa hadiah itu, setelah meminta tolong pada patung sesembahannya. Dan usul dari Abu Jahal pun kemudian disepakati oleh semua yang hadir.
Selama tiga hari berturut-turut, Abu Jahal tidak pernah keluar dari ruang sesembahan berhala. Siang dan malam, ia tak lepas dari bersujud dari berhala, demi kemenangan menandingi Muhammad. Menginjak hari ketiga, Abu Jahal melangkahkan kakinya keluar rumah dan mendatangi orang-orang Mekkah dengan satu keyakinan bisa menandingi Muhammad.
Sampai di tempat yang telah ditentukan, Abu Jahal pun langsung berhadapan dengan Rasulullah SAW. Di hadapan beliau, ia langsung mengatakan kalau hadiah dari Raja Habib bin Malik itu dihadiahkan kepadanya. Namun Rasulullah SAW tak mau kalah, beliau menentang alasan Abu Jahal, dengan mengatakan bahwa hadiah tersebut diperuntukan baginya dan itulah yang sebenarnya terjadi.
Perdebatan Rasulullah SAW dan Abu Jahal berlangsung cukup lama, sampai kemudian Rasulullah mengingatkan akan perjanjian yang telah mereka buat beberapa hari yang lalu untuk bertanya pada unta pembawa hadiah. Beliau kemudian mempersilahkan Abu Jahal untuk memulai terlebih dahulu kepada unta pembawa hadiah itu.
Setelah mempersilahkan Abu Jahal untuk maju ke muka, maka Abu Jahal secara perlahan mendekati unta itu. Dengan suara serak dan parau, ia berteriak, ”Wahai unta! Demi Latta dan Uzza; katakanlah!”
Kata-kata seperti itu berulangkali keluar dari mulut Abu Jahal, sampai matahari tenggelam ke peraduannya. Namun, nasib malang bagi Abu Jahal karena unta tersebut tidak mau menjawab sepatah kata pun. Unta itu tetap diam seribu bahasa, sampai-sampai masyarakat Mekkah yang menyaksikan merasa bosan dengan ocehan-ocehan Abu Jahal.
“Wahai Abu Jahal! Hentikan saja ocehan kosongmu itu. Engkau tidak akan mampu mengajaknya berbicara. Mundurlah, beri kesempatan pada Muhammad untuk memulainya, guna mengetahui, siapakah yang sebenarnya yang berhak menerima hadiah itu,” kata sebagian mereka.
Maka sadarlah Abu Jahal, bahwa dirinya tidak mungkin dapat mengajak unta itu berkomunikasi. Buktinya dari siang sampai sore hari, unta itu belum menjawab pertanyaannya juga, padahal dirinya telah lelah untuk berkata-kata. Kini, giliran Rasulullah SAW yang maju untuk bertanya kepada unta itu. Maka mulailah beliau mengajukan pertanyaan,”Wahai unta, wahai mahluk yang diciptakan Allah. Katakan yang sebenarnya di hadapan masyarakat Mekkah itu, tentang status dirimu.”
Keajaiban pun terjadi. Tiba-tiba unta yang tadinya mendekam, kini mendadak bangun setelah mendengar pertanyaan Rasulullah SAW. Masyarakat bertambah tercengang manakala telinga mereka mendengar suara yang amat jelas keluar dari mulut unta yang berada di hadapan mereka,”Wahai masyarakat Mekkah! Kami ini adalah hadiah dari Raja Habib bin Malik yang akan dipersembahkan kepada Nabi Muhammad SAW.”
Setelah masyarakat mengetahui untuk siapakah hadiah tersebut, mereka pun mengutuk Abu Jahal yang mengaku-aku hadiah tersebut. Akhirnya, Rasulullah mengambil semua hadiah tadi dan membawanya ke arah gunung Abi Qubaisy. Sedangkan Abu Jahal segera pergi dari tempat tersebut dengan hati yang diliputi rasa malu yang tiada terhingga. Namun begitu, ia bukannya bertambah jera, melainkan semakin bertambah dendam kepada Muhammad. Abu Jahal tetap menganggap Muhammad sebagai musuh besrnya dengan perasaan iri, dengki bercampur hasud dan semuanya bercampur menjadi satu dalam hatinya yang hitam, jauh dari kebenaran dan cahaya Islam.

AST Posted by Picasa

0 Comments:

Post a Comment

<< Home