21.3.06

Habib Sholeh bin Abdullah Assegaff (Haul 3)

Mengenang Guru yang Shalih

Habib Sholeh adalah seorang pengajar yang mumpuni. Seorang guru yang shalih dan menjadi teladan bagi masyarakat Cirebon dan sekitarnya.

Mushalla Al-Barakah di Kebon Syarif, Jalan Bahagia, Cirebon, telah dipadati jamaah dari berbagai wilayah sekitarnya, Sabtu pagi (18/2). Mereka datang untuk memperingati haul ke-5 Ustadz Saleh, sebutan lain untuk Habib Sholeh, seorang ulama yang di masa hidupnya dikenal sebagai tokoh karismatik dan memiliki pengaruh yang sangat besar di wilayah Cirebon dan sekitarnya.
Tepat pukul 09.00, acara dimulai dengan pembacaan tahlil oleh Habib Abdurrahman Al-Kaff, yang kemudian disambung dengan pembacaan maulid Simthud Durar. Habib yang hadir dan turut membaca kitab maulid karya Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi itu, antara lain, Habib Muhammad bin Syekh bin Yahya, Habib Abdullah Fauzi Assegaff (putra sulung Habib Sholeh), Habib Utsman bin Yahya (saudara seibu Habib Sholeh), Habib Ahmad bin Yahya.
Mengawali acara haul, Habib Abdullah Fauzi, shahibul haul, menyampaikan terima kasih atas kehadiran jamaah pada acara haul yang sebagian datang dari Jakarta. Habib Idrus bin Hasyim Alatas dari Jakarta tampil memberi mau’izhah hasanah. Ia menyampaikan pentingnya keutamaan mendoakan orang-orang yang sudah meninggal. ”Doa yang ditujukan untuk orang meninggal (doa untuk arwah) pasti sampai, sebagaimana firman-Nya, ’Dan orang-orang yang datang sesudah mereka, mereka berdoa, ‘Ya Rabb kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang’.” (QS Al-Hasyr: 10).
Dalam kesempatan itu Habib Idrus juga menjelaskan pentingnya memperingati haul. “Memperingati haul ini mengingatkan kita kembali kepada sosok seorang pendidik yang ikhlas. Habib Sholeh telah menciptakan dan meninggalkan sesuatu yang sangat bermanfaat, dimulai sedikit demi sedikit dari madrasah yang diasuhnya. Mudah-mudahan madrasah yang ia tinggalkan ini tidak dibisniskan. Sebab sekarang pendidikan sudah dibisniskan,” katanya.
Sejak muda hingga akhir hayatnya, Habib Sholeh memang dikenal sebagai seorang pendidik dalam arti yang sesungguhnya. Sebagian besar waktunya dihabiskan untuk berbagai aktivitas mendidik masyarakat, baik melalui madrasah yang dipimpinnya, majelis-majelis taklim yang diasuhnya, maupun dakwah-dakwah yang disampaikannya di berbagai tempat – baik di wilayah Cirebon dan sekitarnya maupun di daerah-daerah lain. Melalui ceramahnya yang berlangsung satu jam itu, Habib Idrus juga mengajak jamaah untuk kembali menggiatkan shalat Subuh berjamaah.
Haul kelima Habib Sholeh ini ditutup dengan doa oleh Habib Muhammad bin Syekh bin Yahya, pengasuh Pondok Pesantren Jagasatru yang juga ketua MUI Kodya Cirebon. Selesai acara, jamaah dijamu dengan hidangan nasi kebuli sebagaimana kelaziman pada acara-acara yang diadakan di tempat habaib.

Hidup Sederhana
Habib Sholeh bin Abdullah Assegaff dilahirkan pada tahun 1925 di Kampung Kebon Syarief, kota Cirebon. Ia putra pasangan Sayyid Abdullah bin Abdurrahman Assegaff dengan Hj. Siti Aminah binti H. Ibrahim. Ayahandanya wafat ketika ia berusia sekitar lima tahun.
Masyarakat, khususnya yang berada di wilayah III Cirebon dan Jawa Barat pada umumnya, lebih mengenalnya dengan panggilan Ustadz Saleh daripada Habib Sholeh bin Abdullah Assegaff. Sebab, sejak berusia 16 tahun ia menjadi guru di Madrasah Diniyah Al-Islamiyah Darul Hikam, sebuah madrasah atau sekolah agama resmi yang pertama sekali didirikan di kota Cirebon. Sekolah ini didirikan tahun 1910 oleh tokoh-tokoh agama dari kalangan keturunan Arab, khususnya kalangan Alawiyin.
Sejak kecil Ustadz Saleh hidup penuh dengan kesederhanaan. Pada usia 12 tahun ia menyelesaikan sekolah Madrasah Diniyah Ibtidaiyah. Setelah itu bermaksud melanjutkan sekolah ke Jakarta atau Bandung, tetapi tak jadi diteruskan karena tak tega harus tinggal terlalu jauh dengan ibundanya yang hidup seorang diri. Akhirnya ia memutuskan belajar di Pesantren Babakan, Ciwaringin, Cirebon. Ia sempat juga menimba ilmu di berbagai pondok pesantren sekitar Babakan (Palimanan, Kempek, Balerante, dan lain-lain) sambil muthala’ah (mengkaji ilmu sendiri) dengan tekun.
Setiap hari Jumat ia pulang ke Cirebon untuk menjenguk sang ibu dan menyiapkan bekal seadanya. Tetapi ini tidak berlangsung lama dan akhirnya ia memutuskan untuk tinggal bersama ibunya di rumah. Di samping itu, ia juga membantu memenuhi kebutuhan-kebutuhan kakeknya, Habib Abdurrahman bin Muhammad Assegaff, dan pamannya, Habib Muhammad bin Abdurrahman Assegaff.
Sejak muda Ustadz Saleh telah ikut dalam majelis-majelis rauhah bersama orang-orang tua. Dari berbagai majelis taklim itulah ia banyak belajar bahasa Arab. Jadi, di samping belajar di sekolah dan belajar sendiri, ia banyak menimba ilmu bahasa Arab dari pergaulan. Kemampuan bahasa Arabnya yang sangat bagus membuatnya tidak minder bergaul dengan orang-orang tua. Ia pun menguasai bahasa Jawa dan Sunda dengan bagus. Lebih dari itu, penuturan bahasa Indonesianya juga baik, tidak terpengaruh logat dan dialek bahasa daerah.
Di madrasah tempatnya mengabdi, Madrasah Darul Hikam, ia terutama mengajar pelajaran-pelajaran bahasa Arab, seperti nahwu, sharaf, lughah, insya’, imla’. Selain itu juga pelajaran sejarah, baik sejarah Islam maupun sejarah umum, dan juga pelajaran akhlak yang diambil dari kisah-kisah para nabi, sahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in, dan lain-lain. Bahkan, ia juga mengajarkan lagu-lagu Islami dan lagu-lagu yang bernuansa perjuangan. Untuk keperluan mengajar, ia memiliki kebiasaan yang bagus, yakni selalu membuat diktat yang ia tulis sendiri, baik dengan tulisan tangan maupun ketikan.
Ustadz Saleh dikenal sebagai seorang yang tekun mengajar. Pagi hari ia mengajar di Darul Hikam, sedangkan siangnya di Madrasah Muallimin. Di samping itu juga mengajar di SMP Muhammadiyah, yang tak jauh dari Darul Hikam.

Gemar Membaca
Semasa muda, Ustadz Saleh berdagang batik bersama kawannya, Ustadz Hasan Bayasut. Ia pun pernah bekerja menulis Al-Quran untuk Percetakan Al-Ma’arif, Bandung, dan menulis kitab Maulid Azab. Hiasan-hiasan khat (kaligrafi) Arab juga sering dibuatnya, karena ia memang memiliki kemampuan yang sangat baik dalam menulis tulisan Arab dengan berbagai gaya tulisan.
Ustadz Saleh juga dikenal sangat gemar membaca. Ia tidak hanya senang membaca kitab-kitab agama, baik dalam bahasa Arab maupun yang lainnya, melainkan juga buku-buku pengetahuan umum dalam berbagai disiplin ilmu yang erat kaitannya dengan agama.
Di sela-sela tumpukan kitabnya ditemukan berbagai majalah, terutama majalah Islam. Meskipun ia tidak pernah duduk di bangku kuliah, bahkan sekolah menengah pun tidak, salah satu bacaannya di waktu muda, di tahun lima puluhan, adalah majalah Media, majalah yang diterbitkan oleh Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam. Beberapa nomor majalah ini edisi tahun 1957 dan 1958 masih tersimpan rapi. Pada kulit mukanya dan halaman pertama terdapat nama dan tanda tangannya disertai tanggal diterimanya majalah-majalah itu.
Ustadz Saleh juga mengajar di IAIN Cirebon. Bahkan, ia termasuk yang mempelopori pendiriannya dan terlibat dalam proses pengalihan status dari Fakultas Tarbiyah UII Cirebon menjadi IAIN. Di sini ia mengajar sebagai dosen bahasa Arab dan sejarah Islam. Ia diangkat menjadi dosen IAIN Cirebon karena penguasaan bahasa Arabnya yang baik, dan juga pengetahuan sejarah Islam yang luas.
Habib Sholeh wafat pada 13 Muharram 1420 H/2000 M dan dimakamkan di kota Cirebon.
AY, AST
Caption:
1. Lead Cover
2. Pembacaan maulid Simthud Durar. Mengharap berkah haul
3. Jamaah menyimak tausiyah. Meneladani perjuangan Habib Sholeh
4. Ustadz Saleh. Pakar bahasa Arab dan sejarah Islam
5. Bersama tamu-tamunya. Pelukis kaligrafi

0 Comments:

Post a Comment

<< Home