22.3.06

Habib Syekh bin Salim Al-Attas ke-27 (haul 6)

Ulama dan Pejuang yang Gigih

Keluasan ilmunya telah melahirkan ulama-ulama yang mumpuni di berbagai daerah.

Perangai dan kepribadiannya yang luhur, membuatnya dihormati sekaligus dicintai berbagai lapisan masyarakat.

Sinar pagi yang cerah mengiringi langkah ribuan jemaah yang kemudian berkumpul di Pondok Pesantren Al-Masyhad, Sukaraja, Sukabumi. Pakaian mereka yang serba putih menambah keagungan acara yang akan berlangsung pada Minggu, 4 September 2005, yaitu haul seorang ulama warak ke-27, Habib Syekh bin Salim Al-Attas.

Peringatan haul ini berbarengan dengan peringatan Khataman Qiraah Al-Bukhari, sekaligus Isra Mikraj Nabi Muhammad SAW. Tampak wajah jemaah yang datang dari berbagai pelosok tanah air, bahkan dari mancanegara, seperti Singapura dan Malaysia, bersinar memancarkan ukhuwah Islamiah di antara mereka.

Sebelum pelaksanaan haul tersebut digelar, Sabtu malam, 3 September 2005 di Pondok Pesantren Al-Masyad tersebut diadakan pembacaan Ratib Al-Attas yang berlanjut dengan ramah tamah tamu undangan, dengan hiburan musik marawis.

Tepat pukul 8 pagi, para habib, keluarga Pondok Al-Masyhad, serta tamu yang hadir, secara bergantian membaca satu per satu halaman kitab Bukhari, yang memuat sekitar 7.000 hadis sahih. Sementara itu, para jemaah menyimak pembacaan kitab hadis tersebut dengan khidmat. Di sela-sela pembacaan, terkadang diselingi lantunan kasidah dari kelompok hadrah Al-Masyhad pimpinan Ustaz Abdul Karim.

Menjelang siang, acara berlanjut dengan pembacaan manakib Habib Syekh bin Salim Al-Attas oleh Habib Zein bin Hamid Al-Attas. Kemudian, Habib Rizieq Syihab menyampaikan tausiahnya. Dengan penuh semangat, habib FPI itu menyampaikan hikmah Isra Mikraj serta keagungan cinta Nabi Muhammad SAW kepada umatnya.

"Dalam perjalanan Isra Mikraj pun, Rasulullah SAW senantiasa ingat kepada umatnya. Karena itu, sepatutnya kita bersyukur kepada Allah SWT, karena mengutus rasul yang menyayangi umatnya. Allah SWT dalam Al-Quran menggambarkan bagaimana sifat Rasulullah SAW. ‘Sungguh telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin’." (QS 9, At-Tawbah: 128).

Kasih sayang Rasulullah SAW, kata habib berkacamata minus ini, tidak hanya pada umat ketika beliau masih hidup, tapi juga bahkan kepada umat yang akan datang sesudah beliau wafat. Sebuah hadis menggambarkan kecintaan beliau kepada umatnya: Tatkala Rasulullah SAW sedang duduk bersama para sahabat, beliau berbicara sendiri, "Ahbabi...! Ahbabi...! (Kekasihku...! Kekasihku...!) Kapan aku melihat mereka? Kapan aku bisa bertemu orang yang paling kukasihi?"

Saat itu sahabat-sahabat yang hadir tertegun mendengar ucapan Baginda Rasulullah. Salah seorang sahabat memberanikan diri bertanya, "Ya Rasulullah, bukankah kami, yang saat ini duduk bersamamu, mengorbankan apa saja untuk perjuanganmu, adalah kekasihmu?"

Nabi Muhammad menjawab, "Kalian bukan kekasihku, akan tetapi kalian adalah sahabatku."

Jawaban tersebut membuat penasaran para sahabat. Maka ia bertanya lagi, "Kalau bukan kami yang menjadi kekasih-kekasihmu, lalu siapa gerangan para kekasihmu yang berulang kali Baginda ucapkan?"

"Kekasihku yang aku rindukan, sehingga aku ingin sekali bertemu dan berkumpul bersama mereka, adalah segolongan kaum dari umatku yang tidak pernah melihatku tapi mereka beriman kepadaku."

Jadi, kata Habib Rizieq, jangan disangka Rasulullah tidak mencintai umatnya yang belum pernah beliau lihat. "Beliau sangat mencintai kita. Karena itu, janganlah kita menyakiti beliau dengan menyimpang dari ajaran yang beliau sampaikan. Banyak-banyaklah beramal saleh dan berjuanglah di jalan yang lurus, bekali diri kita dengan ilmu yang bermanfaat."

Hafal Al-Quran

Acara puncak haul ditandai dengan pembacaan tahlil dan manakib Habib Syekh bin Salim Al-Attas. Manakib habib kelahiran Huraidhah, Hadramaut, Yaman, ini disampaikan oleh Habib Zein bin Hamid Al-Attas.

Dalam manakib tersebut diceritakan, Habib Syekh bin Salim Al-Attas adalah intelektual sekaligus guru para ulama termasyhur di Jawa. Ia cucu kesepuluh Shahibur-Ratib Al-Attas, Habib Umar bin Abdurrahman Al-Attas.

Masa pendidikannya dimulai dari asuhan ayahnya, Habib Salim bin Umar bin Syekh Al-Attas, yang wafat tahun 1956. Saat berusia tujuh tahun, Habib Syekh memperoleh bimbingan langsung dari Habib Abdullah bin Alwi Al-Attas, ulama kelahiran Cirebon yang menetap di kota Huraidhah, Yaman. Kemudian ia mempelajari beberapa ilmu qiraat Al-Quran di bawah bimbingan Syekh Sa’id bin Sabbah, yang piawai dan terkenal dalam bidang qiraat Al-Quran.

Pada usia 12 tahun, Habib Syekh telah hafal Al-Quran secara sempurna, dan terus mendalami berbagai ilmu ushul dan furu’, pokok-pokok dan cabang-cabang pengetahuan Islam, dari Habib Ahmad bin Hasan Al-Attas.

Habib Syekh hijrah ke Indonesia pada usia 27 tahun, pada 1338 H/1920 M, tepatnya di kota Tegal. Dengan gigih ia memulai dakwahnya, menyebarkan ajaran Rasulullah SAW dan memurnikannya dari berbagai penyimpangan. Perkawinannya dengan putri bangsawan dari Kota Bahari ini, membuat syiar Islamnya meluas, dan hubungannya dengan tokoh-tokoh masyarakat semakin baik. Keluhuran pribadinya membuat namanya semakin bersinar.

Di zaman kemerdekaan, Habib Syekh tidak tinggal diam. Bersama putra pribumi, K.H. Ahmad Sanusi dari Sukabumi, ia berjuang merebut kemerdekaan Republik Indonesia sejak tahun 1942. Pasca-kemerdekaan, ia aktif dalam partai politik. Ia menduduki jabatan penasihat Partai Islam Masyumi. Dan diangkat oleh Presiden Soekarno sebagai anggota Panca Tunggal, tim penasihat presiden.

Bagi setiap murid dan siapa saja yang menghadiri pengajian yang digelarnya, ia selalu memberikan sejumlah uang serta kitab yang dibutuhkan secara cuma-cuma. Hasil perjuangan dakwah dan mengajar tampak meluas di kemudian hari, hingga banyak muridnya menjadi ulama yang mumpuni dan mempunyai lembaga pendidikan di berbagai tempat, terutama di daerah-daerah Jawa Barat. Di antaranya, K.H. Abdullah bin Husain, Sukabumi; K.H. Abdullah bin Nuh, Bogor; K.H. Abdullah Mahfudz, Sukabumi; K.H. Muhammad Masthuro, Sukabumi.

Habib Syekh bin Salim Al-Attas wafat pada hari Sabtu tanggal 25 Rajab 1398 Hijriah, bertepatan dengan 1 Juli 1978, dalam usia 86 tahun, dimakamkan keesokan harinya di selatan Masjid Jami Tifar, Kompleks Pondok Pesantren Al-Masturiyah, Tifar, Cisaat, Sukabumi.

AST/Ft. AO

Caption Foto:

1. Makam Habib Syekh bin Salim Al-Attas. Keikhlasannya berdakwah melahirkan ulama yang mumpuni

2. Habib Rizieq mengisahkan keagungan cinta Rasulullah. Limpahan rahmat Allah kepada umat

3. Habib kelahiran Hadramaut yang berjuang merebut kemerdekaan RI. Penasihat Presiden Soekarno

4. Jemaah khidmat mengkuti acara khataman dan haul. Agenda tahunan Al-Masyhad

0 Comments:

Post a Comment

<< Home